Undang-undang nomor 7 tahun 1996 adalah undang-undang yang mengatur tentang pangan. Semua yang terkait dengan ketahanan pangan diatur dalam peraturan ini. Hanya saja ada salah satu jenis tanaman yang sampai saat ini belum tercatat dalam Dinas Ketahanan Pangan sebagai sumber pangan yaitu Jewawut (Millet)
Badan Ketahanan Pangan
Dalam proses ketahanan pangan, yang paling berperan adalah petani. Di samping petani adalah produsen utama pangan, tetapi petani juga adalah kelompok konsumen terbesar yang masih miskin sehingga membutuhkan daya beli yang cukup tinggi dalam membeli pangan dan sebaliknya ketika pangan petani dibeli dengan harga yang relative rendah. Hal inilah yang memicu sehingga petani harus memiliki kemampuan dalam memproduksi pangan sekaligus juga harus memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri.
Program pemerintah tentang swasembada beras dan merupakan salah satu program dalam mewujudkan ketersediaan pangan masyarakat sulit untuk dicapai. Sehingga sampai saat ini program pemerintah ini gagal. Hal ini terbukti dengan adanya program pemerintah untuk mengimpor beras dari luar negeri demi memenuhi ketersediaan pangan masyarakat. Pada hal selain beras, banyak alternative pengganti beras sebagai sumber pangan seperti Ubi jalar, Ubi kayu, Jagung, Kacang-kacangan, Kedelei, dan yang tak kalah pentingnya dari segi kandungan gizi adalah Jewawut karena sekarang belum komersil.
Jewawut adalah termasuk tanaman ekonomi minor namun memiliki nilai kandungan gizi yang mirip dengan tanaman pangan lainnya seperti padi, jagung, gandum, dan tanaman biji-bijian yang lain karena tanaman jewawut sendiri adalah tergolong ke dalam jenis tanaman biji-bijian. Masyarakat belum mengenal Jewawut sebagai sumber pangan sehingga selama ini tanaman jewawut hanya dijadikan sebagai pakan burung. Pada hal tanaman ini dapat diolah menjadi sumber makanan oleh masyarakat guna mendukung ketahanan pangan dan mengantisipasi masalah kelaparan.
Menurut Ir. Hj. Rusdayani Amin,MS, Tanaman ini tersebar dihampir seluruh Indonesia seperti pulau buruh, jember, dan termasuk di Sulawesi Selatan seperti Enrekang, Sidrap, Maros, Majene dan daerah lainnya. Tanaman ini sangat mudah untuk dibudidayakan karena di tanam pada lahan-lahan ladang penduduk dengan cara tanah yang digembur ditaburi dengan biji Jewawut. Kemudian tanaman ini tidak memiliki musim dan bisa ditanam sepanjang tahun dengan mempertimbangkan kondisi pertumbuhannya. Kemudian tidak membutuhkan jenis tanah khusus. Olehnya itu, bisa ditanam dimana saja dengan cara ditabur. Kemudian dari segi ekonomi tidak membutuhkan biaya produksi yang tinggi dan dalam pemeliharaan sederhana karena tidak membutuhkan pestisida dan jenis kimia lainnya. Hanya saja perlu diamankan dari gangguan burung karena merupakan salah satu makanan burung. Sehingga terkdang di luar negeri, Jewawut di budidayakan pada tempat yang tertutup kaca.
Kemudian dalam pengolahannya dalam makanan, jewawut ini mirip dengan beras. Awalnya jewawut dijemur, dikuliti, hingga tinggal dagingnya. Masyarakat Sidrap membuat jenis makanan Baje dari Jewawut yang dicampur dengan gula merah dan kelapa, dan songkolo. Artinya jewawut di sini hampir sama dengan beras ketan. Kemudian tanaman Jewawut dapat diolah menjadi tepung untuk mensubtitusi tepung beras. Karena jewawut ini mengandung sumber Vitamin B dan Beta Karotin yang rendah. Selain itu, jewawut dapat menjadi bahan minuman penyegar seperti
“Ke depannya, mudah-mudahan pemerintah dapat mengadakan sosialisasi tentang manfaat dari jenis tanaman jewawut ini kepada masyarakat supaya dapat menanam untuk memperkuat ketahanan pangan kita di Indonesia Khususnya masyarakat Sulawesi Selatan untuk tidak bergantung kepada beras semata sehingga menjadikan Jewawut sebagai komoditas andalan” Harap Ibu Kelahiran Pare-pare 11 Desember 1956 saat ditemui di ruang kerjanya. Syamsul Marlin