Rabu, 22 Juli 2009

Prof Dr Ir Toban Batosamma MS Sang Pakar Inseminasi Buatan dari Toraja

Prof Dr Ir Toban Batosamma MS, begitu nama lengkapnya. Di saat-saat remajanya, Guru Besar Fakultas Peternakan ini adalah pemuda yang gemar olahraga. Itupun tidak spesifik, hampir semua cabang olahraga disenanginya. Wajar saja meski sudah dua tahun tidak lagi terikat sebagai dosen karena pensiun, Toban masih kelihatan kuat dan semangat untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Hal ini juga ditunjang oleh aktivitas lapangannya sebagai pakar inseminasi buatan pada ternak yang menuntutnya harus berkeliling dari kota satu ke lainnya.

Awalnya beliau meninggalkan tanah kelahirannya Kabupaten Tana Toraja (Tator) dengan tekad kuliah, kuliah dan kuliah. Alasan yang mendasar yakni pada saat itu tidak ada tempat kuliah di Tator maupun sekitarnya. Meskipun sebelumnya telah ditawari menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), niat Toban tak urung. Yang jelas dengan semangatnya yang tinggi ia berangkat menuju Makassar. Mencari tempat kuliah dengan harapan masuk dan mendaftar pada jurusan baru yang dibuka. Maka Fakultas Peternakan pun menjadi pilihannya, meskipun pada saat itu bukan hanya Peternakan fakultas terbaru, tetapi MIPA juga baru terbentuk pada saat itu. Ketidaksenangan akan Ilmu Kimia adalah salah satu penghalang Toban untuk tidak memilih FMIPA.

Lelaki kelahiran Rantepao, 17 Mei 1942 ini termasuk salah seorang angkatan pertama di Fakultas Peternakan Unhas tahun 1963. Sejak itu, beliau aktif sebagai asisten dosen yang kemudian menyelesaikan studi S1-nya tahun 1973 dan menjadi dosen dalam bidang reproduksi ternak khususnya Inseminasi Buatan (IB). Inseminasi buatan ini merupakan teknologi dalam bidang peternakan dengan tujuan untuk mengatasi kekurangan ternak serta meningkatkan populasi dan produktifitas ternak.

Dalam penelitiannya, anak ke dua dari tiga bersaudara ini tetap konsisten dalam reproduksi ternak. Untuk reproduksi pada kerbau, Toban konsisten meneliti kerbau belang atau tedong bonga. Karena sebagai orang Tator yang memiliki kerbau belang, ia harus menjaga reproduksi dan populasi kerbau belang. Kebutuhan kerbau belang di Tator sangat tinggi namun sayangnya ada kondisi adat yang mempersulit pejantan dari kerbau belang untuk membuahi betina dengan seribu alasan. Salah satunya adalah kerbau akan kurus pada saat melakukan kawin. Olehnya itu bersenjatakan teknologi inseminasi buatan, Toban komitmen mengatasi permasalahan itu.

Selain konsisten membidangi inseminasi buatan, mantan Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Peternakan Unhas ini pernah menjadi Duta Sulawesi Selatan bergabung dalam Perkumpulan Ahli Teknologi Reproduksi Indonesia (PATRI). Kemudian pada Dinas Peternakan Sulawesi Selatan Toban bergerak sebagai konsultan atau pakar Insiminasi buatan. Untuk itu, ia telah keliling daerah membawakan materi dalam pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten maupun Dinas Peternakan Kabupaten. Seperti Bulukumba, Bantaeng, Bone, Enrekang, Tana Toraja, Sidrap, dan beberapa Kabupaten lain yang ingin mengembangkan teknologi IB.

Pelbagai pelatihan tersebut dilakukan untuk mewujudkan program pemerintah dalam Gerakan Sejuta Ternak di tahun 2013, Pemerintah Sulawesi Selatan sendiri telah mempercayai Dosen Senior Inseminasi Buatan (IB) Fakultas Peternakan ini melakukan beberapa tahapan pendampingan kepada masyarakat dalam hal ini kelompok tani seperti tahapan penyuluhan, pengembangan, dan tahapan mandiri dalam pengembangan ternak sapi perah dan sapi pedaging di Sulawesi Selatan.

“Saya berharap ilmu pengetahuan dan keterampilan yang saya miliki dapat pindah ke orang lain. Karena apa yang saya miliki tidak akan mungkin saya bawa sampai ke liang lahat. Makanya saya senang ketika ada orang yang ingin belajar pada saya khususnya teknologi IB,” ungkapnya pada Syamsul Marlin dari identitas saat ditemui di kediamannya Kompleks Unhas Baraya Blok E 11 Makassar.

0 komentar:

Posting Komentar